Diperkirakan Sepuluh Juta Kematian Akibat Resistensi Antimikroba pada 2050

Diperkirakan Sepuluh Juta Kematian Akibat Resistensi Antimikroba pada 2050

KLIPING.ID, JAKARTA–Dunia saat ini sedang mengalami terjadinya ancaman resistensi antimikroba. Dimana salah satu penyebabnya adalah penyalahgunaan antibiotik di masyarakat. Sering mendiagnosis sendiri penyakit, membeli obat tanpa resep dokter, dan tidak mengikuti aturan cara pakai obat yang benar, membuat virus dalam tubuh jadi kebal terhadap obat, sehingga mempersulit datangnya kesembuhan.

Hal tersebut disampaikan oleh Sukra Tampubolon, dari Badan Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM), pada saat penyuluhan edukasi kesehatan dengan tema Cerdas Menggunakan Antibiotik, Bersama Kita Cegah Resistensi Antimikroba, pada Selasa (12/11), di hotel Grand Mercure Harmoni, Gambir, Jakarta Pusat, di hadapan peserta yang terdiri dari utusan organisasi masyarakat dan kader PKK seJakarta.

“Kalau kita sekedar batuk pilek, jangan langsung minum antibiotik. Jangan mendewakan antibiotik,” ujar Sukra.

Data hasil pengawasan BBPOM di Indonesia, 70% pembelian antibiotik dilakukan tanpa resep dokter. Adapun tiga antibiotik paling banyak dibeli bebas adalah _amoxillin_, _cefadroxil_, dan _ceffixime_.

Bila memang harus minum antibiotik, teruskan minum sesuai arahan dokter. Jangan berhenti karena sudah merasa enakan. Karena sebenarnya saat itu virus di badan hanya bagai pingsan saja, belum mati total. Bila antibiotik dihentikan, virus akan bangkit kembali dan menganalisa cara kerja obat, sehingga bisa menangkal manfaat obat pada proses penyembuhan berikutnya. Tubuh menjadi kebal sehingga butuh obat dengan dosis yang lebih tinggi.

Bila resistensi antimikroba tidak dapat dikendalikan, maka diperkirakan pada tahun 2050, Indonesia akan mengalami sepuluh juta kematian karena hal ini, lebih besar daripada ancaman karena kanker.

Selain sektor manusia, penyebab dan faktor yang mempengaruhi pengendalian resistensi mikroba, juga meliputi sektor hewan. Penyalahgunaan antibiotik tidak hanya melibatkan manusia, namun kini banyak ternak peliharaan yang juga disuntik obat dalam pengembangbiakannya, seperti ayam, sapi, dan ikan. Sayuran pun tak luput dari pestisida.

Baca Juga:  Kuartal Pertama 2024, Telkom Catat Laba Bersih Operasi Rp6,3 Triliun

Dan sektor lainnya adalah sektor lingkungan. Bagaimana manusia menangani aneka limbah, seperti pemusnahan sisa obat dan obat kadaluarsa.

Lebih lanjut Sukra menghimbau agar jangan membuang sisa obat sembarangan. Keluarkan obat dari kemasan, agar tidak disalahgunakan oleh oknum tak bertanggungjawab. Bisa juga membawa sisa obat dan obat kadaluarsa ke apotik Kimia Farma dan apotik K24, untuk dimusnahkan. Kemasan odol, sampo, _skincare_, dan masker, baiknya dirusak dulu sebelum dibuang.

Bila menemukan distributor obat yang melanggar peraturan, masyarakat bisa melapor ke BBPOM. Identitas si pelapor akan dirahasiakan. Pemerintah dapat menarik izin operasional bila menemukan apotik nakal, misalnya.

Kedepannya nanti, BBPOM akan menentukan aturan batas _recedu_ (batas minimal) antibiotik dalam ayam potong.
Dalam penerapan teknologi, BBPOM sedang dalam proses persiapan data kesehatan masyarakat yang terintegritas. Sehingga setiap warga yang memiliki KTP, bisa diketahui aktivitas kesehatannya. Sehingga akan mengurangi pembelian obat tanpa resep dokter.
BBPOM juga sudah masuk ke ranah _marketplace_ untuk menertibkan pembelian obat tanpa resep dokter.

Lebih dari sekedar pemahaman tentang antibiotik, yang lebih penting adalah mengubah perilaku diri sendiri dalam menjaga kesehatan.*

Tio Sukamto

Tio Sukamto

Ceritakan tentang dirimu Tio di Sini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *