KH. Ma’ruf Amin: Da’i MUI Harus Menjadi Da’i Mashlahah yang Membawa Perbaikan Umat

KH. Ma’ruf Amin: Da’i MUI Harus Menjadi Da’i Mashlahah yang Membawa Perbaikan Umat

KLIPING.id-Jakarta — Wakil Presiden Republik Indonesia ke-13 sekaligus Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Ma’ruf Amin, menegaskan bahwa para da’i MUI harus menjadi da’i mashlahah, yakni pendakwah yang membawa perbaikan bagi umat dan bangsa.

Hal tersebut disampaikan dalam sambutan beliau pada kegiatan Pengukuhan Da’i Standardisasi MUI yang berlangsung di Jakarta, Ahad (2/11/2025). Dalam arahannya, KH. Ma’ruf Amin menekankan bahwa seorang da’i sejati adalah al-muṣliḥ — pembawa gerakan iṣlāḥ atau perbaikan yang berkesinambungan (istimrāriyyah).

Da’i Mashlahah: Menghidupkan Gerakan Perbaikan

KH. Ma’ruf Amin menjelaskan bahwa iṣlāḥ (perbaikan) adalah pekerjaan para nabi, yang senantiasa menyeru manusia kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Karena itu, da’i harus meneruskan misi kenabian tersebut dengan membawa pesan kemaslahatan di tengah umat.

> “Da’i itu al-muṣliḥ, pembawa gerakan perbaikan. Dakwah harus menjadi jalan untuk memperbaiki, bukan memperkeruh keadaan. Pekerjaan ishlah adalah pekerjaan para nabi, dan da’i harus terus melanjutkannya secara berkesinambungan,” ujar KH. Ma’ruf Amin.

Beliau menekakan bahwa keberlanjutan dakwah (istimrāriyyah) merupakan kunci agar gerakan ishlah benar-benar dirasakan manfaatnya oleh umat dan bangsa.

Dua Peran Strategis MUI: Khodimul Ummah dan Shodiqul Hukumah

Dalam arahannya, KH. Ma’ruf Amin menegaskan bahwa MUI memiliki dua peran besar dalam membangun kehidupan berbangsa dan beragama, yaitu:
1. Khodimul Ummah- sebagai pelayan umat yang hadir untuk membimbing, menjaga, dan memberdayakan masyarakat.
2. Shodiqul Hukumah- sebagai mitra pemerintah dalam kebaikan dan kebijakan publik yang membawa kemaslahatan.

> “MUI bukan da’i pemerintah, tetapi juga bukan penentang pemerintah. Yang baik kita dukung, dan yang tidak baik kita luruskan,” tegasnya.

KH. Ma’ruf mengutip nasihat Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ketika diangkat menjadi pemimpin:

Baca Juga:  Reshuffle Kabinet Prabowo Ganti Lima Menteri

> “Jika aku baik, bantulah aku. Jika aku salah, luruskan aku.”

“Meluruskan itu dengan tausiyah,” jelasnya, “karena tausiyah berasal dari cinta- dari orang yang mencintai kepada yang dicintai.”

Himāyatul Ummah dan Tauḥidul Ummah: Menjaga dan Menyatukan

Lebih lanjut, KH. Ma’ruf menjelaskan bahwa dalam menjalankan dakwah, MUI dan para da’inya memiliki tanggung jawab besar dalam dua misi utama:

1. Himāyatul Ummah (Menjaga Umat). Menjaga umat dari penyimpangan akidah, pemikiran sekuler, pemahaman menyimpang, serta hal-hal yang tidak halal — baik dari segi zat maupun prosesnya.

> “Umat harus dijaga dari segala bentuk penyimpangan, dari hal-hal yang merusak iman dan nilai-nilai Islam,” tuturnya.

2. Tauḥidul Ummah (Menyatukan Umat). Dalam masyarakat yang beragam, da’i MUI harus menjadi perekat persaudaraan dan pemersatu umat. Perbedaan (ikhtilaf) harus ditoleransi, sedangkan penyimpangan (inhiraf) harus diamputasi.

> “Jangan sampai ikhtilaf menjadi inhiraf, dan inhiraf dianggap ikhtilaf,” pesan KH. Ma’ruf.

Beliau mengutip peringatan Imam Subhi bahwa haram hukumnya berselisih dalam dakwah, sesuai dengan pesan Rasulullah ﷺ kepada Abu Musa Al-Asy’ari dan Mu’adz bin Jabal saat diutus ke Yaman:

> “Tathāwa’ā wa lā takhtalifā”- Ta’at bersatulah kalian, janganlah berselisih.

Menjaga Marwah Pesantren dan Menggerakkan Fiqh Mu’amalah

Dalam kesempatan itu, KH. Ma’ruf juga menyoroti fenomena degradasi pandangan terhadap pesantren. Ia menegaskan bahwa pesantren adalah lembaga strategis yang harus dijaga kehormatannya.

> “Pesantren itu pabriknya kiai. Kalau pesantren direndahkan, maka akan berbahaya bagi masa depan dakwah dan pendidikan Islam,” tegasnya.

Beliau juga menyerukan pentingnya menggerakkan fiqih mu’amalah dalam pemerintahan dan ekonomi nasional, terutama melalui sistem ekonomi syariah.

Menurutnya, di masa lalu penggunaan bank konvensional dibolehkan karena kondisi darurat, namun sekarang, dengan hadirnya sistem perbankan syariah, umat harus beralih ke sistem yang sesuai syariat.

Baca Juga:  MUI Kelaurkan Surat Edaran Tausiah Penyiaran Ramadan 2025

> “Kalau dulu bank konvensional boleh karena darurat, sekarang tidak boleh lagi. Da’i MUI harus mendakwahkan umat agar menerima dan mendukung sistem syariah,” katanya.

KH. Ma’ruf mengingatkan bahwa saat awal memperjuangkan ekonomi syariah, banyak pihak yang mencibir. Namun dengan tekad kuat, gerakan ekonomi Islam tetap berjalan.

> “Dulu kita menggerakkan GRES — Gerakan Ekonomi Syari’at. Maka da’i MUI harus terus mendukung sistem syariah dan mendakwahkannya ke seluruh lapisan umat,” ujarnya.

Da’i Standar: Peka dan Tangguh

Menutup sambutannya, KH. Ma’ruf Amin berpesan agar para da’i MUI menjadi da’i yang peka dan tangguh dalam menghadapi tantangan zaman.

> “Da’i MUI harus tanggap terhadap perubahan sosial, peka terhadap persoalan umat, dan tangguh dalam menjaga kebenaran. Itulah da’i mashlahah — da’i yang membawa perbaikan, menjaga kemurnian ajaran, dan menggerakkan umat menuju kemaslahatan bersama,” pungkasnya.

Dengan pesan tersebut, KH. Ma’ruf Amin mengajak seluruh da’i MUI untuk terus menjadi pelita di tengah umat — da’i yang mendidik, meluruskan, dan menggerakkan, bukan hanya dengan kata-kata, tetapi juga dengan keteladanan dan karya nyata.

Anto -

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *