Waduh, Tarif Pajak Gak Dimasukan ke UU Dampaknya?

Waduh, Tarif Pajak Gak Dimasukan ke UU Dampaknya?

Kliping.id.-Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam menegaskan subyek, obyek, hingga besaran tarif pajak secara aspek material nantinya harus ada di dalam pengesahan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Sebab, menurut Ecky, jika aspek tersebut tidak secara tegas diatur dalam UU, maka dapat beresiko terjadi “taxation without representation is robbery”. Yaitu, tiada pemungutan pajak oleh pemerintah, kecuali pemungutan tersebut telah disahkan melalui Parlemen (representative council).

 

“Saya setuju bahwa sedapat mungkin terkait subyek, objek, dan tarif yang mengatur terkait kewenangan pemerintah dalam menarik pajak dari rakyat, secara hukum materialnya harus ada di dalam UU,” ujar Ecky dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja RUU KUP yang dilakukan secara hybrid bersama para pakardi Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (13/7/2021).

 

Di sisi lain, jika ketiga aspek material tersebut tidak dimasukkan dalam pembahasan RUU KUP, maka akan pula berisiko terjadi the poor will be suffering”. Yaitu, masyarakat yang lemah atau miskin yang lebih menderita. Potensi terjadinya hal tersebut dapat tercermin, misalnya, dalam pembahasan pajak karbon (carbon tax), di mana para petani banyak menggunakan pupuk yang mengandung emisi karbon.

 

“Nah ini karenanya, kita sebagai legal maker dan sebagai representative council yang diatur dalam konstitusi, maka kita menjadi harus lebih hati-hati,” ujar politisi PKS ini. Meskipun demikian, Ecky menyadari bahwa pemerintah selalu ingin ada fleksibilitas dalam perumusan aturan, tidak perlu detail. Hal-hal yang detail tersebut akan diperjelas melalui aturan turunan.

 

Di sinilah, tambah Ecky, aturan penjelas itu yang akan mengeliminasi kewenangan parlemen sebagai representasi dari rakyat. “Bagaimana ini best practices dari berbagai negara yang menyeimbangkan kita sebagai representasi rakyat dalam bentuk parlemen hingga di UU itu menjadi rigid, ataukah kemauan rezim yang ingin fleksibilitas?” tanya legislator dapil Jawa Barat III tersebut.

Baca Juga:  Beranikah Pasangan RIDO Jual Saham Miras, Kelak Jadi?

 

Diketahui, dalam paparan Pakar Hukum Perpajakan Universitas Gadjah Mada Dahliana Hasan, terungkap bahwa pembahasan mengenai Subyek, Obyek, dan Tarif tersebut dalam RUU KUP ini masih sangat umum sekali. Tetapi  kemudian, tambah Dahlia, penambahan perubahan atau penetapan itu diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

 

“Dan ini bahayanya adalah ketika subyek, obyek, dan tarif diatur melalui PP, Bapak/Ibu anggota dewan tidak punya kontrol mengenai hal ini. Pun halnya dengan PMK. Padahal ada haknya wajib pajak yang harus dilindungi di situ, ada HAM di situ. Maka ketika ada obyek, tarif tentang pajak karbon kalau tidak diatur secara jelas dan baik di dalam UU, ini bahaya. Nanti akan dikenakan terhadap pembelian barang yang mengandung emisi karbon, barang yang mana? Karena ada barang yang mengandung karbon, misalnya pupuk urea itu kan mengandung karbon. Di sini potensi ‘the poor will be suffer’” ujar Dahliana.

Avatar

Zahid -

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *